Welcome to my blog ^^

Hai semua, aku Grace. Selamat datang di blog ku
Karena aq masih baru soal blog, mohon dimaklumi ya kalau banyak kesalahan. Blog ini terbuka untuk umum, khususnya buat para cassie/bigeast di Indonesia. Maaf ya kalo ga ada yang spesial, aq ga begitu ngerti soal blog sih, hehehe. O ya, harap dimaklumi kalo aq sensitif bgt sama yg namanya snsd, dan jgn ada yg marah kalo komen2ku soal mereka 'nggak enak'. By the way, hope you enjoy my blog ^^

This blog is opened for public, especially for all DBSK lovers. But, you need to know that I'm sensitive about snsd, don't talk about them please. And don't be mad if what I wrote about them is not something good. And sorry if I write in Indonesian most, I feel comfortable use my language ^^

Sabtu, 11 September 2010

fanfic "1st life part 3"

Pagi berganti siang, tampak seorang pemuda keluar dari sebuah hanok besar. Pemuda itu pergi ke bukit terdekat dan langsung duduk di bawah pohon rindang yang terletak di puncak bukit tersebut. Ia menghela nafas pelan, tampak wajahnya yang sendu menggambarkan kegundahan hatinya. Tiba-tiba, terdengar suara seseorang menyapanya dari balik pohon,

"Oppa, dari tadi melamun terus. Ada apa?" tanya seorang gadis.

Yunho mengangkat kepalanya, dan ia terkejut melihat Shan Lee yang entah sejak kapan berada di belakangnya.

"Shan Lee ah.. aku tidak melihatmu tadi. Sejak kapan kau ada di sana?" tanya Yunho sambil terus memperhatikan Shan Lee yang kini duduk di sampingnya. Ia tak lagi tampak murung, wajahnya berseri-seri gembira. Sebuah senyum hangat menghiasi bibirnya.

"Aku datang bersama ibuku, tapi karena bosan aku memutuskan untuk berjalan-jalan. Lalu aku melihat oppa ada di atas sini. Aku memanggil berkali-kali tidak dijawab juga, jadi aku naik saja," jawab Shan Lee dengan wajah cemberut. Ia lalu melanjutkan dengan cemas,"Oppa, kau tidak apa-apa? Kulihat kau melamun terus, nanti kesambet lho."

Yunho hanya tersenyum dan mengalihkan pembicaraan ke hal-hal lain. Mereka mengobrol dengan asyik, sampai seorang pelayan datang dan menyuruh mereka kembali ke dalam hanok. Shan Lee bisa merasakan, kalau selama berjalan kembali ke rumah, Yunho menjadi murung lagi. Meski sudah berusaha melucu, oppa sama sekali tidak tertawa, pikir Shan Lee. Hatinya serasa menjerit, sedih melihat sang oppa hanya membisu.

Tidak lama, mereka pun sampai. Rupanya Hyunjae-umma dan Tante Sun sudah menunggu mereka.

"Shan Lee, kamu ini dari mana saja sih? Kamu kan masih harus melakukan pengukuran untuk membuat baju yang pas. Kita bahkan belum menentukan akan pakai kain warna apa... Ah, Yunho rupanya juga ada. Lama tidak bertemu, sekarang sudah jadi dewasa dan tampan ya," cerocos Tante Sun. 

"Ah, yang benar tante. Sepertinya semua sedang sibuk, saya juga ada pekerjaan di kamar. Permisi..." Yunho berusaha melepaskan diri. Ia pun segera menuju ke kamarnya. Ibunya Shan Lee itu benar-benar membuat orang kewalahan dengan mulutnya, lain sekali dengan putrinya, kata Yunho dalam hati. Yunho segera masuk ke kamarnya, menutup pintu, dan merebahkan diri di atas kasur.

Segala kesibukan ini membuat kepalaku sakit, pikir Yunho. Ia memejamkan mata, berusaha mengosongkan pikiran. Tetapi ia tidak bisa berhenti memikirkan percakapannya dengan Jaejoong semalam.

"KAU TIDAK MENCINTAINYA KAN?! LALU KENAPA KAU MENYETUJUI PERTUNANGAN INI???" jerit Yunho marah saat ia dan Jaejoong berbicara berdua di bukit.

"Aku melakukannya karena pertunangan ini telah diatur oleh ayah dan Paman Lin sejak lama. Apa yang kulakukan itu salah?" kata Jaejoong dengan tenang. 

"Tapi Shan Lee tidak menginginkannya. DIA TIDAK MENGINGINKANNYA! Tidakkah kau bisa melihatnya?" tanya Yunho. Air mata kemarahan mengalir menuruni pipinya. Tapi ia tidak peduli. Lagipula Jaejoong tidak akan bisa melihatnya, malam itu terlalu gelap.

"Tapi ia tidak menolaknya." Yunho merasa hatinya seakan tertusuk oleh suara Jaejoong. Keheningan menyapu, Jaejoong pun melanjutkan,"Ia diberi kesempatan untuk menolak, tapi ia tidak melakukannya." Jaejoong berhenti, seakan menunggu jawaban. Tetapi Yunho hanya diam, tak sanggup berkata-kata.

Yunho memejamakan matanya lebih rapat lagi, berusaha mengenyahkan bayangan itu dari pikirannya. Tetapi, kata-kata terakhir Jaejoong terus terngiang-ngiang di kepalanya. "Aku dan Shan Lee yang akan bertunangan, kenapa kau yang sewot?"

Yunho membuka matanya, seakan baru tersadar dari mimpi buruk. Ya, pikirnya, kenapa aku yang sewot? Bukankah aku seharusnya berbahagia untuk mereka? Tapi, yang kurasakan justru sebaliknya. Ada apa denganku???




Hari demi hari berlalu, hubungan Yunho dan Jaejoong semakin renggang. Saudara seayah yang dulunya sangat akrab kini hampir tidak pernah berbicara satu sama lain. Namun, tidak ada yang menyadarinya. Semua sibuk mempersiapkan pernikahan Jaejoong dan Shan Lee yang semakin dekat. Bahkan Hyunjae-umma yang biasanya marah-marah pun terlihat gembira dan tidak membentak Junsu meski gadis itu pulang dengan pakaian kotor penuh lumpur.

Yah, bagaimanapun, Yunho tetap tidak bisa menerima pernikahan ini. Ia tidak rela membiarkan Shan Lee menikah dengan Jaejoong, meski ia sendiri menolak untuk mengakuinya. Jaejoong tidak pernah memikirkan Shan Lee, batin Yunho marah. Ia selalu pergi entah ke mana, meninggalkan Shan Lee yang berusaha untuk menemuinya setiap saat. Sudah kubilang, Shan Lee tidak menginginkan pernikahan ini dan ia mungkin datang untuk memintamu membatalkannya! Jaejoong bodoh, umpat Yunho dalam hati.

"Hyung." Yunho menoleh, melihat Changmin datang. Ia merasa terkejut. Tidak biasanya Changmin datang dan bicara padaku, pikir Yunho lagi.

"Changmin, tumben kau menemuiku. Ada apa?" tanya Yunho heran.

"Hyung, ini soal Jaejoong-hyung," jawab Changmin pelan sambil menundukkan kepalanya.

Yunho merasa sesuatu di dadanya berkecamuk mendengar nama Jaejoong disebut, tetapi ia menahannya. "Ada apa dengan Jaejoong?" tanya Yunho dingin.

Changmin tetap menundukkan kepalanya. "Hyung, aku merasa Jaejoong-hyung akhir-akhir ini agak aneh. Ia tidak pernah ada di rumah, ataupun di toko. Tidak pernah bersama-sama Yunho-hyung seperti dulu. Selain itu, ia terlihat kurus dan pucat. Aku mohon, hyung kan yang paling dekat dengannya, jadi bisa tolong hyung tanyakan?" tanya Changmin sambil meremas-remas tangannya.

Yunho menatap Changmin, lalu menjawab dengan dingin "Saat ini, aku dan Jaejoong sedang marahan. Kalo kau mau tau, tanyakan langsung padanya, jangan padaku!" 

Changmin hanya diam. Saat ia berbicara, Yunho terkejut mendengar nada suaranya. Suaranya penuh emosi, dan kesedihan mengalir di setiap katanya. 

"Aku sudah mencoba hyung, sudah kutanyakan langsung. Tapi Jaejoong-hyung hanya tersenyum, berkata bahwa ia baik-baik saja dan tak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku adalah adik kandungnya, seayah-seibu. Ia selalu memperhatikanku dan selalu bisa mengetahui apa yang kurasakan meski orang lain tidak bisa. Aku ingin ia jujur padaku, aku ingin menjadi adik yang baik untuknya, yang selalu ada di sampingnya. Tapi ia hanya melihatmu, ia hanya percaya pada hyung. Karena itu, tolong hyung yang bertanya, kumohon..."

Changmin mengangkat kepalanya, kedua matanya menatap lekat mata Yunho. Tidak ada air mata, tetapi ada sesuatu yang keras dalam mata itu. Juga ada permohonan. Yunho tau, ia tidak pernah memperhatikan Changmin. Rasa bersalah melandanya. 

"Baiklah, aku akan menanyakan langsung pada Jaejoong, dan memaksanya bercerita," kata Yunho mantap. Changmin menatapnya dengan tatapan penuh terima kasih, dan perasaan bahagia menyelimuti Yunho. Tepat saat itu, ia melihat Jaejoong datang. Ia pun segera berlari menghampiri Jaejoong.

"JAEJOONG!" teriakn Yunho. Jaejoong berhenti melangkah dan tersenyum. "Ada apa?" tanyanya. Yunho memperhatikan Jaejoong lekat-lekat. Changmin benar, katanya dalam hati. jaejoong semakin pucat dan kurus. Kantung matanya tambah tebal dan hitam, wajahnya juga kelihatan letih. Bahkan, rambutnya kelihatan tambah tipis sejak terakhir aku melihatnya.

"Ada apa?" tanya Jaejoong lagi. "Jae, kau sakit ya?" tanya Yunho pelan.

WajahJaejoong berubah tegang. "Apa maksudmu? Aku memang kecapekan bekerja, tapi selain itu aku baik-baik saja." jawab Jaejoong kaku. 

"Tidak, kau sakit! Aku tau itu, aku bisa merasakannya. Aku tau kau bohong, kau sama sekali tidak mau menatap mataku."

Jaejoong tidak menjawab. "Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan. Aku mau menemui appa, ada urusan yang harus kuselesaikan." 

"Aku tidak akan membiarkanmu pergi sampai kau menjawab dengan jujur," kata Ynuho tegas sambil mencengkeram tangan Jae erat.

"Lepaskan Yunho, aku harus segera bicara dengan appa!" kata Jaejoong lebih keras sambil berusaha menarik tangannya. 

Namun, Yunho tidak membiarkannya pergi begitu saja. "Tidak, aku tau kau bohong. Kau lupa, kalau appa, umma, dan kedua adik kita sedang pergi? Bukankah kau yang membuatkan mereka janji hari ini?"

Jaejoong terus memberontak. Changmin yang sejak tadi melihat dari kejauhan datang mendekat dan menggenggam tangan Jaejoong yang lain dengan lembut sambil berkata,"Yang dikatakan Yunho-hyung itu benar, jangan menyembunyikannya lagi dari kami. Ada sesuatu kan, hyung?"

Jaejoong menatap Changmin dengan mulut ternganga. Tapi tidak lama. Ia segera sadar, dan menyentakkan kedua tangannya kuat-kuat sehingga terlepas dari cengkeraman Yunho dan Changmin. "Kalian terlalu berlebihan!" serunya keras. Ia segera masuk ke kamarnya, tidak mau keluar bahakn untuk makan malam sehingga membuat suasana di dapur menjadi tidak nyaman.

Sejak itu, Jaejoong selalu menghindari Changmin dan Yunho, pergi entah ke mana. Begitu keluar dari rumah, ia menghilang bagai ditelan bumi. Tidak ada yang tau ke mana ia pergi dan siapa yang ditemuinya. Baru setelah sore mereka bisa bertemu dengannya.

Tidak terasa, Hari pernikahan antara Jaejoong dan Shan Lee pun tiba. Para tamu undangan telah datang, menunggu keluarnya kedua mempelai dengan sabar. Keluarga Lee cuku dikenal di daerahnya, sedangkan mempelai wanita adalah bunga di desa itu. Semua tamu memuji keserasian kedua mempelai.

Hati Yunho kembali gundah. Hatinya menjerit, tidak rela membiarkan ini semua terjadi. Namun, apalah daya. Ia tidak mampu berbuat apa-apa. 

"Shan Lee, ayo keluar."

"Tapi umma, aku malu..."

"Kenapa harus malu? Sudah, cepat keluar, kau tampak cantik kok."

Nyonya Sun menarik putrinya keluar. Dan semua orang terpukau. Shan Lee yang biasanya saja sudah cantik tanpa dandanan, kini tampak semakin cantik dalam balutan hanbok merah. Seperti bidadari, batin Yunho. Matanya bertemu dengan mata Shan Lee, dan ia merasakan rona merah menjalar di pipinya. Ia bisa melihat Shan Lee merasakan hal yang sama

"Kau cantik," puji Ynuho, membuat Shan Lee semakin tersipu.

"Iya, unnie cantik sekali hari ini," ujar Yoochun. " Kamsahamnida," jawa Shan Lee dengan tersenyum. "Kau juga cantik kok," tambahnya.

"Tapi, Jaejoong kok lama ya?" tanya Hyunjae-umma. "Iya, dia lama sekali. Sedang apa sih dia?" kata Pak lee tidak sabaran.

Yunho merasakan firasat buruk. Terlebih saat ia melihat Changmin berlari ke arahnya dengan wajah cemas. "Jaejoong-hyung tidak ada di kamarnya," kata Changmin dengan nafas tersengal-sengal. Yunho merasa ketakutan melanda seluruh tubuhnya. Dengan cepat, ia segera berlalri ke kamar Jaejoong. Kosong. Tidak ada tanda-tanda kamar itu telah ditempati.

Kepanikan melanda seluruh anggota keluarga. Saat itulah, di kejauhan tampak seseorang memacu kudanya denag cepat bagaikan kesetanan...


Sampai sini dulu. Semoga semua suka ^^

Jumat, 13 Agustus 2010

fanfic "1st life part 2"

Maaf kalau bahasanya terlalu kaku. Kurang ngerti bahas gaul sih ^^


"Annyeong haseyo"

Pak Lee, Jaejoong, Yunho, dan Changmin menoleh ke pintu. Tampak seorang gadis manis berdiri di sana. Ia tersenyum lalu masuk.

"Mian, saya datang mau mengantarkan makanan kiriman ibu. Sepertinya semua sudah makan, ya?" tanya gadis itu sambil mengangkat keranjang yang dibawanya.

"Kami baru saja makan, tapi mencium bau masakan ibumu dari jauh saja sudah membuatku lapar lagi," kata Pak Lee dengan tersenyum sambil mengambil keranjang dari tangan si gadis.

Gadis itu tersenyum menanggapi candaan Pak Lee. Tiba-tiba, Yunho menepuk pundaknya dari belakang.

"Shan Lee-yah! Sudah lama sekali kau gak ke sini. Apa kau lupa dengan janjimu untuk datang kemari segera setelah kau pulang dari China?" Yunho pura-pura marah.

"A-ampun, oppa... Aku tidak lupa kok. Tapi, aku benar-benar takut melihat daftar oleh-oleh yang kau berikan, banyak banget! Gak kira-kira, bisa ludes duitku. Pikirin juga kantongku dong! Mending kalo sebelum pergi dikasih duit, bisanya minta doang," kata Shan Lee dengan bibir dimanyunkan. Yunho hanya bisa nyengir mendengarnya. "Maaf, deh," lanjutnya.

"Lin Shan Lee," kata Jaejoong dengan senyum mengembang. "Kau semakin tinggi dan cantik. Bagaimana keadaan nenekmu, sepupuku tersayang?" Jaejoong mengulurkan kedua tangannya dan Shan Lee memeluknya. Ya, Lin Shan Lee adalah sepupu Jaejoong, meski tidak punya hubungan darah. Ayahnya berasal dari keluarga tiongkok yang pas-pasan. Sedang ibunya masih saudara jauh alm. Sooyun. Meski keluarga ayahnya tinggal di China, orang tua Shan Lee memutuskan untuk membawanya pindah ke Korea ketika ia masih berumur 3 tahun. Karena itu, Shan Lee akrab dengan keluarga Pak Lee, terlebih dengan Jaejoong dan Yunho yang hanya lebih tua sedikit darinya.

"Terima kasih, oppa. Tapi, lama tidak bertemu, kau kelihatan kurang sehat. Pasti kurang jalan-jalan keluar, deh. Ayo oppa, kita jalan-jalan. Nggak baik kalau diem di antara kain terus-terusan," Shan Lee melepaskan pelukan Jaejoong lalu menarik tangannya keluar. "Oppa, tolongin, dong. Jangan cuma berdiri aja. Jaejoong-oppa kan bera..at," kata Shan Lee dengan pandangan memohon pada Yunho yang sejak tadi menonton pertemuan kedua sepupu itu.

“Iya deh, aku bantuin,” kata Yunho sambil nyengir. Jaejoong menatap ayahnya dengan pandangan memelas. Namun, ayahnya justru menyuruh Jaejoong untuk pergi berjalan-jalan. Kau butuh udara segar, ujar Pak Lee padanya. Jaejoong akhirnya menyerah dan pasrah saja dibawa oleh kedua saudaranya itu. Baru saja mereka keluar dari gerbang, terdengar suara-suara keras dari dalam rumah.

“Untung saja kita sudah keluar sebelum Junsu melihat kita. Terima kasih umma..,” kata Yunho dengan wajah penuh syukur. Jaejoong dan Shan Lee tertawa melihatnya.

Jaejoong, Yunho, dan Shan Lee pergi ke bukit kecil di dekat rumah. Sesampainya di puncak, mereka segera duduk di bawah pohon besar tempat Jaejoong biasa membaca. Mereka bercanda dan tertawa hingga matahari mulai terbenam. Mereka baru sadar setelah hari mulai gelap.

“Wah, matahari sudah terbenam. Sebaiknya aku pulang sekarang, nanti appa dan umma khawatir lagi,” kata Shan Lee sambil berdiri.

“Biar kami temani. Hari sudah gelap, bahaya kalau kau pulang sendiri,” kata Jaejoong segera, diikuti anggukan setuju Yunho.

Shan Lee hanya tersenyum. “Terima kasih, tapi oppa tidak perlu repot-repot. Siapa sih, yang berani sama aku?” kata Shan Lee dengan gaya menantang.

“Hahaha, iya juga ya. Ya udah, sana pulang. Sampai jumpa besok,” seru Jaejoong dan Yunho. Shan Lee sudah menuruni bukit, sesekali berbalik dan melambaikan tangan. Setelah Shan Lee tidak terlihat lagi, Jaejoong dan Yunho kembali ke rumah bersama sambil mengobrol sepanjang jalan.

Hari demi hari berlalu, dan tanpa mereka sadari, puncak dari sebuah drama kehidupan akan segera berlangsung...


Siang itu, Yunho ditinggal sendirian di rumah dengan Junsu. Hyunjae-umma pergi berbelanja bersama Yoochun, sedangkan Jaejoong ikut appa ke toko. Changmin? Dia menghilang lagi, mungkin menyibukkan diri di antara tumpukan buku.

Yunho merasa hampir gila, karena adik perempuannya itu terus saja mengganggunya. Tepat pada saat itu, pintu diketuk dan terdengar suara menyapa,

"Annyeong, ada orang di rumah?"

"Unnie!" Junsu berlari dan memeluk Shan Lee. Sementara itu Yunho bangkit dari lantai dan menatap Shan Lee dengan lega.

"Shan Lee! Untunglah kau datang kemari... Tolong aku, aku disuruh umma menjaga Junsu sampai ia kemabali tapi aku tidak sanggup..." pinta Yunho dengan wajah memelas.

"Iya, iya. Kok kamu kelihatan menderita banget sih? Adik sendiri lho... Ngomong-ngomong, ngapain kamu di lantai pas aku masuk tadi?" tanya Shan Lee heran.

Belum sempat Yunho menjawab, Junsu sudah melepaskan pelukannya dan berlari ke arah Yunho sambil berteriak,"Kuda-kudaan!" Yunho yang tidak sempat mengelak segera menjadi 'kuda'-nya Junsu. Shan Lee hanya tertawa melihatnya.

Mereka bermain bersama hingga sore, sampai akhirnya Yunho kelelahan menemani Junsu bermain. Akhirnya, ia hanya mengobrol dengan Shan Lee tanpa memedulikan Junsu. Junsu cemberut, berusaha mencari perhatian tetapi tidak ditanggapi. Akhirnya Junsu keluar ruangan, meninggalkan Yunho dan Shan Lee berduaan.

"Eh, ke mana Junsu?" tanya Shan Lee tiba-tiba, menyadari hilangnya Junsu.

"Gak tau, paling sembunyi," jawab Yunho asal.

"Ayo oppa, kita cari. Kalo tidak ketemu sebelum yang lain pulang, bisa gawat kan?" bujuk Shan Lee sambil menarik-narik tangan Yunho. Yunho pun bangun, dan bersama-sama mereka mencari Junsu di seluruh penjuru ruangan. Sayang, hasilnya nihil. Yunho pun panik. Ia berlari keluar rumah sambil berteriak-teriak memanggil Junsu.

"JUNSU!!! JUNSU, DI MANA KAU?" Yunho berlari ke tempat-tempat yang biasa didatangi Junsu. Ke rumah teman-temannya. Tapi Junsu tidak ada di mana-mana. Ia bahkan tidak ada di rumah Hyukjae. Capek dan frustasi, Yunho merebahkan diri di bawah pohon. Wajahnya tetap kelihatan khawatir. Shan Lee mendekatinya, duduk di sebelahnya, dan menghiburnya.

"Oppa, jangan khawatir. Kita pasti akan menemukan Junsu. Mungkin ia sedang ngambek, sehingga tidak mau keluar dari tempat persembunyiannya." Shan Lee mencoba menenangkan Yunho.

Yunho memalingkan wajahnya pada Shan Lee, merasa berterima kasih. Saat itulah, Yunho merasakan keanehan. Dadanya berdebar kencang sewaktu menatap Shan Lee. Shan Lee menyadari tatapan Yunho dan tersenyum padanya.

Yunho segera memalingkan wajah, ia merasa jantungnya berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Ia bahkan merasa, Shan Lee bisa mendengar suara debaran jantungnya. Ada apa denganku, tanya Yunho dalam hati.

Tepat saat itu, dari jauh terlihat Hyunjae-umma dan Yoochun pulang. Mereka datang membawa banyak belanjaan. Yunho dan Shan Lee pun segera menghampiri, hendak membantu membawakan belanjaan. Ketika mereka tiba, Junsu sudah berada di sana duluan. Rupanya ia bersembunyi di tempat para pelayan

Shan Lee pamit pulang karena hari sudah sore, tepat sebelum Jaejoong datang. Yunho sebetulnya merasa malu untuk menanyakannya pada Jaejoong, tapi ia tidak bisa menahan perasaan aneh yang dirasakannya setiap kali memikirkan Shan Lee. Namun yang ditanyai hanya tersenyum dan menjawab, "Nanti juga kau akan tau."

Sialan Jaejoong, umpat Yunho dalam hati. Malam itu, ia tidak bisa tidur. Wajah Shan Lee terus membayanginya...

------------------------------------------------------------------------------------------

Yunho baru saja pergi ke rumah temannya, dan saat ia kembali, rumahnya sudah penuh sesak. Para anggota keluarga terlihat berbisik-bisik penuh semangat. Ia baru akan bertanya pada salah satu pelayan, ketika terdengar suara keras dari salah satu ruangan. Yunho segera masuk ke ruangan itu dengan perlahan. Jaejoong dan Shan Lee duduk di tengah, berhadapan, ditemani oleh kedua orang tua dan tetua keluarga Lee.

"Baiklah, dengan ini Jaejoong dan Shan Lee resmi bertunangan. Apakah ada yang keberatan? Bagaiman denganmu, Jaejoong?"

Jaejoong hanya diam. Setelah agak lama barulah ia menjawab,"Saya tidak masalah asalkan Shan Lee juga mau."

Semua menatap Shan Lee. Shan Lee pun menundukkan kepalanya dan menjawab,"Saya juga tidak ada masalah, selama yang lain setuju."

"Baiklah, sudah diputuskan kalau begitu. Mari semua makan," ajak tetua. Semua meninggalkan ruangan. Yunho yang ada di balik pintu hanya bisa duduk membeku. Ia tidak percaya akan apa yang didengarnya. Ia bisa mendengar seruan-seruan gembira dari Yoochun dan Junsu. Mereka senangnya karena Shan Lee akan menjadi bagian dari keluarga mereka. Lalu, mengapa aku merasa tidak senang, tanya Yunho dalam hati.

Tepat pada saat itu, Jaejoong dan Shan Lee berpapasan di depan ruangan tempat Yunho berada. Shan Lee kelihatan ingin mengatakan sesuatu pada Jaejoong, namun Jaejoong hanya melewati Shan Lee tanpa mengatakan sepatah kata pun. Yunho bisa melihat kesedihan di mata Shan Lee.

Dan untuk pertama kalinya, Yunho merasa marah pada Jaejoong. Amat sangat marah...

Rabu, 11 Agustus 2010

fanfic "1st life part 1"

Di sini Junsu 'n Yoochun jadi cewek, coba aja bayangin. Selamat membaca ^^
O iya, ff ini aq publish juga di catatanku di fb, http://www.facebook.com/mGraceNat



Banyak orang berkata "hidup itu hanya sekali". Namun, benarkah itu? Tidak, itu salah. Dalam fanfic ini, kamu akan mengetahui kenyataan, bahwa kita hidup di dunia ini sebanyak tiga kali. Pada setiap kehidupan, kita akan menjadi orang yang berbeda, dengan keadaan yang juga berbeda dari kehidupan sebelumnya. Namun, ada orang-orang yang memang ditakdirkan untuk memiliki hubungan dengan kita. Pada setiap kehidupan, kita pasti akan bertemu dengan mereka meski kita tidak mengenali mereka lagi. Dan setelah kehidupan yang ketiga, semua tindakan semasa kita hidup tiga kali akan ditimbang, dan nasib kita berikutnya akan diputuskan...

Begitu juga dengan DBSK. Kelima member DBSK telah ditakdirkan untuk bertemu dan memiliki relasi yang unik di setiap kehidupannya. Mari kita lihat dari kehidupan pertama mereka.




Pada jaman dahulu kala, hiduplah seorang pedagang kain bersama kedua istrinya. Pedagang tersebut termasuk orang yang dihormati di desanya, selain karena tokonya yang laris juga karena wibawanya yang besar. Tidak mengherankan kalau ia memiliki dua istri yang cantik. Putra-putrinya pun terkenal tampan dan cantik. Tidak hanya itu, mereka selalu berlaku baik dan sopan pada setiap orang yang mereka jumpai. Keluarga Lee benar-benar membuat iri banyak orang.

Siang itu di kediaman Tuan Lee (sebuah hanok besar yang telah berdiri selama puluhan tahun dari generasi ke generasi) tampak seorang pria duduk dengan dahi berkerut. Ia duduk di depan beberapa gulungan kain dan di tangannya terdapat daftar yang panjang. Ia tidak menyadari, seseorang tengah mendekatinya. Keberadaan orang itu baru disadarinya, setelah pundaknya ditepuk pelan.

"Sayang, makanlah dulu, jangan bekerja terlalu keras. Nanti kau sakit lagi," kata wanita itu sambil membawa baki makanan.

"Kau yang seharusnya memperhatikan kesehatanmu, tubuhmu kan lemah. Apalagi, kau kan baru saja melahirkan. Ngomong-ngomong, mana bayi kecil kita? Aku benar-benar gemas melihatnya," kata Pak Lee sambil mengambil baki makanan dari tangan Sooyun.

"Changmin? Hyunjae sedang menjaganya, sambil menemani anak-anak bermain. Dia benar-benar sayang pada Changmin," kata Sooyun dengan tetap tersenyum.

"Kalau begitu aku pergi dulu, mau menyiapkan bubur untuk Changmin," kata Sooyun seraya bangkit berdiri dan menuju ke pintu. Pak Lee mengikuti setiap langkah dengan matanya, sampai pintu tertutup dan Sooyun tidak kelihatan lagi. Ia kembali bekerja, namun, kini senyum menghiasi wajahnya.

Dalam hati, ia bersyukur memiliki istri-istri yang baik, yang mau memperhatikan dirinya dan menyayangi anak-anak tiri mereka seperti anak-anak kandung mereka sendiri. Sebetulnya, ia sedih juga karena mereka harus 'berbagi' dirinya. Namun, apa daya. Ia mencintai mereka berdua. Lagipula, seorang laki-laki memilki dua istri bukanlah hal yang salah, kan?

Pikirannya lalu beralih pada anak-anaknya yang manis, sementara ia memeriksa kualitas kain dihadapannya dengan meraba kain-kain tersebut. Ia tersenyum, membayangkan istrinya Sooyun yang manis dengan kedua putra mereka, Jaejoong yang berumur 5 tahun dan merupakan anak paling tua di antara semua adik-adiknya dan Changmin yang baru lahir kira-kira tiga bulan lalu. 

Ia tidak melupakan istrinya Hyunjae yang cantik dan tegas, juga putra mereka Yunho yang usianya hanya beda sedikit dari Jaejoong. Begitu juga putri kembar mereka, Yoochun dan Junsu. Yoochun yang lembut dan Junsu yang aktif, begitu manis dan penuh rasa ingin tahu terhadap banyak hal. Selalu perhatian, dan membuat setiap orang tertawa melihat tingkah mereka.

"Sayang, ayo makan malam. Kalau tidak cepat, nanti habis!" teriak seorang perempuan. Dasar Hyunjae, katanya dalam hati sambil tersenyum. "Ya, sayang. Aku datang!" seru Pak Lee.

--------------------------------------- empat belas tahun kemudian ----------------------------------------

"Jaejoong!" seru seorang pemuda. Jaejoong menoleh dari buku yang di bacanya dan bertanya, "Ada apa, Yunho?"

Yunho nyegir dan menepuk pundak Jaejoong. "Baca apa lagi? Gak bosen-bosennya baca buku tebal gitu," kata Yunho sambil mengambil buku yang dibaca Jaejoong. "Lagi-lagi tentang kain. Apa serunya sih?"

"Kamu tuh ya. Sini balikin," kata Jaejoong sambil merebut kembali buku dari tangan Yunho. "Aku kan disuruh appa buat bantu-bantu di toko, jadi aku baca buku ini supaya aku mengerti apa yang harus kulakukan di toko nanti," jelas Jaejoong.

Yunho tampak sewot. Sejak Sooyun-umma meninggal, Jaejoong selalu menyibukkan diri di toko. Tidak pernah lagi bermain-main seperti dulu, kata Yunho dalam hati. Sejujurnya, ia merindukan Jaejoong yang dulu. Jaejoong yang selalu tertawa ceria dan mau menemaninya bermain. Bagaimana ya, supaya Jaejoong kembali seperti dulu lagi, pikir Yunho.

"Yunho, jangan melamun! Nanti kesambet lagi. Ngomong-ngomong, mana yang lainnya? Yoochun, Junsu, dan Changmin nggak kelihatan dari tadi?" tanya Jaejoong membuyarkan lamunan Yunho.

"Mereka? Mana kutahu! Mereka kan sudah besar, tidak perlu dijaga terus-terusan. Lagian, siapa sih yang bisa ngasuh Junsu?" tanya Yunho.

Mendengar apa yang dikatakan Yunho, Jaejoong tertegun sejenak lalu tertawa. Yunho pun ikut tertawa. Ini dia yang kuinginkan, melihat Jaejoong tertawa lepas seperti ini, pikir Yunho dalam hati. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Di kejauhan, Yoochun datang dengan gaun yang melambai-lambai.

"Oppa, sudah waktunya makan siang. Appa dan umma sudah menuggu di ruang makan. Changmin dan Junsu juga sudah menuggu di sana." kata Yoochun dengan agak terengah-engah. "Baiklah, kami segera ke sana," kata Yunho dan Jaejoong serempak. Mereka bertiga pun segera menuju ke ruang makan.

Saat mereka tiba di ruang makan, Junsu sedang mengulurkan tangan untuk mengambil makanan dengan sembunyi-sembunyi. Tetap saja, Hyunjae-umma melihatnya dan menepak tangan Junsu sehingga Junsu terpaksa menarik tangannya.

"Kalian sudah datang rupanya. Cepat duduk, kami sudah menunggu kalian dari tadi," kata Hyunjae-umma. "Dan kamu, Junsu, jangan mengambil makanan sebelum yang lain tiba. Itu tidak sopan!" tegur umma sambil menatap Junsu tajam. Junsu hanya bisa terdiam dan menunduk malu.

"Sudah, sudah. Ayo kita segera makan, perutku sudah kelaparan dari tadi," appa menengahi

Semua menurut. Mereka mengambil sumpit masing-masing dan makan dalam diam, sampai Junsu mulai bercerita dengan gayanya yang selalu heboh (Junsu bahkan lebih heboh daripada anak cowok seumurannya).

"Oppa, kau tau tidak, tadi aku pergi bermain dengan Hyukjae. Dia benar-benar tau tempat-tempat yang seru!" kata Junsu bersemangat dengan mulut penuh makanan.

"Jangan bicara sambil makan!" kata umma. Namun, Junsu bukannya berhenti bicara, justru mengeraskan suaranya. Sekarang, ia bahkan sudah setengah berdiri dari duduknya dan menggerak-gerakkan tangannya. 

"JUNSU!" umma memperkeras suaranya. Junsu pun terdiam, menyadari bahwa umma menjadi marah. Ia pun melanjutkan makan dalam diam. Suasananya menjadi tidak nyaman . Appa pun berusaha mencairkan suasana, namun tidak ada seorang pun yang menanggapinya. Dalam hati, Pak Lee berpikir, seandainya saja Sooyun masih hidup.

Aku tau, batin Pak Lee dalam hati, bahwa kau sangat merindukan Sooyun. Tapi, jangan melampiaskan kesedihanmu seperti ini, Hyunjae. Hatiku sakit melihatmu seperti ini. Ia pun mengalihkan pandangannya dari Hyunjae ke arah anak-anaknya yang sedang makan.

Jaejoong, kau tampak makin kurus saja. Aku tau, tubuhmu lemah, sama seperti Sooyun. Kau benar-benar membuatku khawatir. Pandangannya beralih ke Yunho, dan ia tersenyum pahit. Yunho, katanya dalam hati, appa tau kalau kau sangat menyayangi Jaejoong, karena hanya ia satu-satunya anak yang sebaya denganmu di desa ini. Aku juga tau kalau kau mengkhawatirkannya seperti juga appamu ini. Kuharap kau bisa bermain dengan Jaejoong seperti dulu lagi.

Yoochun, putriku yang manis, begitu lembut dan pendiam. Aku tau kau merasa tidak nyaman dengan keadaan ini. Kau yang menangis paling keras saat Sooyun-umma meninggal. Maaf, appa tidak bisa berbuat banyak untukmu. Lalu... Junsu. Putriku yang ceria dan selalu berusaha membuat kami tertawa. Aku bersyukur kau ada di sini dengan segala ceritamu. Appa benar-benar iri, karena tidak bisa berpetualang bersamamu. Ya, appa benar-benar iri pada Hyukjae yang selalu bermain denganmu sepanjang waktu.

Yang terakhir, malaikat kecilku Changmin. Aku BENAR-BENAR mengkhawatirkanmu. Kau tidak pernah bermain dengan anak-anak seusiamu, selalu bergelut dengan buku-buku di ruang baca. Sejak Sooyun-umma meninggal, kau hampir tidak pernah keluar rumah. Aku tidak pernah melihatmu bermain dengan teman-temanmu. Tidakkah kau lihat, betapa cemasnya appa akan dirimu?

Tiba-tiba Pak Lee menyadari, air mata menggenang di pelupuk matanya. Cepat-cepat dihabiskannya makanan yang tersisa dalam mangkuk, lalu ia segera pergi ke dapur sambil membawa mangkuknya yang telah kosong. Ia segera menyeka air matanya, tepat sebelum Jaejoong, Yunho, dan Changmin masuk ke dapur.

Ia baru akan menyapa mereka, ketika terdengar suara ketukan di pintu.

"Annyeong haseyo"